Tujuan Belajar dan Karateristik Bahan Ajar


TUJUAN BELAJAR DAN KARAKTERISTIK BAHAN AJAR 


A. Pendahuluan 

Belajar merupakan peristiwa yang sepantasnya dialami oleh anak dalam situasi-situasi tertentu baik di sekolah maupun di luar sekolah (masyarakat). Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleks belajar itu dipandang dari dua subjek yaitu dari siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar, Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuhan, manusia dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru, proses belajar tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Kegiatan belajar mengajar melibatkan seorang guru dan peserta didik, dikondisi apapun guru dan peserta didik berada dalam keadaan suasana belajar, maka dari itu peran guru harus bisa memudahkan peserta didik untuk belajar.
Peran guru dan peran siswa sangat berkaitan. Biasanya dalam pembelajaran siswa melaksanakan aktivitas belajar yang sangat bervariasi misalnya, mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, mengamati guru dalam mendemonstrasikan, melakukan latihan, membongkar dan memasang kembali suatu bangunan, membaca, menulis, menggambar, mengejakan soal, mengkaji bahan cetak, dan sebagainya. Hal tersebut menghendaki peran guru yang lebih dari sekedar sebagai penceramah saja. 

Perlu diperhatikan guru memahami tujuan pembelajaran agar mengetahui karakteristik bahan ajarnya dan juga bentuk-bentuk bahan ajar yang akan disampaikan ke peserta didik. Guru harus dapat memberikan penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara kongkrit. Agar memudahkan peserta didik dalam melakukan pembelajaran. 


B. Pembahasan 

Menurut Sungkono dkk (2003:1) Bahan ajar adalah seperangakat bahan yang memuat materi atau isi pembelajaran yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suatu bahan ajar memuat materi, pesan atau isi mata pelajaran. Dengan kata didesain dapat diketahui bahwa bahan ajar juga dapat diwujudkan berupa media pembelajaran, alat pembelajaran yang dapat digunakan untuk belajar siswa dalam proses pembelajaran, dan sumber belajar yang membantu guru dan siswa dalam pembelajaran. Ada dua bentuk bahan ajar yaitu : 

1. Bahan ajar yang “didesain” lengkap, artinya bahan ajar yang memuat semua komponen pembelajaran secara utuh, meliputi: tujuan pembelajaran atau kompotensi yang akan dicapai, kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa, materi pembelajaran, latihan dan tugas, evaluasi, dan tugas, evaluasi, dan umpan balik. Contoh kelompok bahan ajar ini adalah, modul pembelajaran, audio pembelajaran, video pembvelajaran, pembelajaran bebasis computer, pembelajaran berbasis Web/internet. 

2. Bahan ajar yang “didesain” tidak lengkap, artinya bahan ajar yang didesain dalam bentuk sumber belajar, media pembelajaran atau alat peraga yang digunakan sebagai alat bantu ketika guru dan siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran. Contoh kelompok bahan ajar ini meliputi, pembelajaran dengan berbagai alat peraga, belajar dengan transparansi, belajar dengan buku teks, peta, globe, model kerangka manusia, dan sebagainya. Misalnya, guru akan mengajarkan materi tentang pulau-pulau besar di Indonesia. Peta dapat diklarifikasikan sebagai bentuk desain bahan ajar yang berisi materi tentang kepulauan Indonesia. 

Ada beberapa pengertian bahan ajar seperti yang disebutkan dalam National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training dalam Abdul Majid (2007:174) adalah sebagai berikut: 

1. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan oleh guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bias berupa bahan tertulis atau bahan tidak tertulis. 

2. Bahan ajar merupakan informasi , alat dan/atau teks yang diperlukan oleh guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. 

3. Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. 

Guru harus mampu menyediakan bahan ajar yang seseuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah, maka dari itu guru dapat membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar dan memudahkan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Bila guru mengembangkan bahan ajar sendiri, maka bahan ajar akan sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, sekolah dan daerah, guru juga tidak tergantung pada buku teks dan bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan berbagai referensi. Guru juga menambah kemampuan guru dalam menulis yang pada akhirnya membangun komunikasi pembelajaran efektif antara guru dan siswa. 

Ada beberapa prinsip pengembangan bahan ajar sebagai berikut, yaitu: 

1. Disusun berdasarkan kurikulum. 

2. Pengembangan silabus dengan menganalisis dan mengelompokkan SK, KD, indikator, dan materi pokok yang erat kaitannya ke dalam satu unit pembelajaran. 

3. Pendekatan yang dikembangkan adalah pendekatan tematis, menggunakan tema-tema dalam kegiatan keterampilan misalnya mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut menggunakan ragam teks sehari-hari, media massa, dan sastra dengan tema yang sesuai kebutuhan siswa, sekolah, dan daerah. 

4. Dikembangkan secara berkesinambungan dengan pemberian informasi yang memadai, penyajian materi ajar, dan tugas/latihan. 

5. Implemantasi tugas/latihan bersifat otentik, dilaksanakan secara mandiri dan kelompok agar pembelajaran lebih bermakna. 

Hal utama yang dilakukan sebelum berlangsungnya proses belajar-mengajar adalah persiapan bahan ajar. Persiapan bahan ajar diaplikasikan dalam proses pengembangan bahan ajar, Shulman (1987:15) dalam Agus Trianto, (2005:10). Selanjutnya Jolly dan Bolitho dalam Tomlinson (1998:98) memaparkan tahap-tahap pengembangan bahan ajar, yaitu mengidentifikasi kebutuhan guru dan siswa kemudian menentukan kegiatan eksplorasi kebutuhan materi. Realisasi kontekstual dengan mengajukan gagasan yang sesuai dengan pemilihan teks dan konteks bahan ajar; realisasi pedagogis melalui tugas dan latihan, produksi bahan ajar, penggunaan bahan ajar oleh siswa, dan evaluasi bahan ajar. Kemudian, 13 Richards (2002:262) mengajukan rancangan pengembangan bahan ajar, meliputi: 

1. pengembangan tujuan, 

2. pengembangan silabus, 

3. pengorganisasian bahan ajar ke dalam unit-unit pembelajaran, 

4. pengembangan struktur per unit, 

5. pengurutan unit. 

Menurut panduan pengembangan bahan ajar Depdiknas (2007) disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai: 

1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yangseharusnya diajarkan kepada siswa. 

2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnyadalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensiyang seharusnya dipelajari/dikuasainya. 

3. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.Dengan demikian, fungsi bahan ajar sangat akan terkait dengankemampuan guru dalam membuat keputusan yang terkait dengan perencanaan (planning), aktivitas-aktivitas pembelajaran dan pengimplementasian (implementing), dan penilaian (assessing). 

Bahan ajar disusun dengan tujuan: 

1. Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu. 

2. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar. 

3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran4) Agar kegiatan pembelajaran menjadi menarik. 

4. Peranan Bahan Ajar. 

Peranan bahan ajar menurut Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar,yaitu: 

1. Mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai pengajaran serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang disajikan. 

2. Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibacadan bervariasi, sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik. 

3. Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap. 

4. Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi peserta didik. 

5. Menjadi penunjang bagi latihan- latihan dan tugas- tugas praktis. 

6. Menyajikan bahan/ sarana evaluasi dan remedial yang serasi dan tepatguna. 

Bahan ajar jika dikelompokkan menurut jenisnya ada empat jenis yakni bahan cetak (material printed) seperti handout, modul, buku, lembar kerjasiswa, brosur, foto/gambar dan model. Bahan ajar dengar seperti kaset,radio, piringan hitam dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengan seperti video compact disk dan film. Bahan ajar interaktif seperti compactdisk interaktif. 

Tujuan belajar merupakan satu diantara hal pokok yang harus diketahui dan disadari betul-betul oleh seorang guru sebelum mulai mengajar. Guru tersebut harus dapat memberikan penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara kongkrit. Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk suatu bidang studi maka si guru hendaknya merumuskan tujuan instruksional nya yang mana tujuan ini masih bersifat umum. Secara kongkrit tujuan ini dapat dicapai dengan merumuskan tujuan instruksional umum yang kemudian dijabarkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain tujuan khusus itu bersumber dari tujuan umum dan juga berarti tujuan khusus itu adalah bagian dari tujuan umum. 

Jadi untuk keperluan yang praktis, tujuan umum itu perlu diurai di dalam satu susunan atau sistematika tujuan, sehingga mudah bagi mendekati realisasi tujuan umum secara bertingkat atau bertahap ataupun kadangkadang secara serempak. Dilihat dari sudut ini maka tujuan itu dapat dicapai dalam tahap-tahap kekhususan. Kalau tujuan umum itu hakikatnya adalah tujuan akhir suatu usaha belajar, tujuan-tujuan lainnya yang mengarah pada perujudan tujuan akhir itu dapat disebut tujuan khusus/intermediary, ini terletak di dalam kenyataan bahwa apabila tujuan khusus itu telah tercapai, maka tujuan itu menjadi alat untuk mencapai tujuan khusus lainnya, dan begitu seterusnya. Tujuan khusus itu tidak pernah menjadi tujuan yang terakhir. Dengan demikian kalau tujuan umum dipandang sebagai titik kulminasi maka tujuan khusus adalah titik terminal, yang dibutuhkan oleh guru secara praktis ialah per perincian tujuan umum sampai pada suatu taraf yang sedemikian rupa sehingga yang diperlukan itu haruslah sedemikian rupa sehingga mencapai taraf yang dapat diukur dan dinilai. Jadi taraf kekhususan itu harus memungkinkan seseorang guru mengukur taraf pencapaian tujuan serta menilai setiap fase perubahan, (kematangan) tingkah laku yang diharapkan terjadi. Dengan demikian guru dapat lebih mudah menetapkan bentuk tingkah laku yang khusus akan diukurnya sesuai dengan tujuan yang khusus itu pula. Karena itu menjadi kewajiban guru untuk dengan sungguh-sungguh mengadakan analisa dan pengelompokan berdasarkan kategori mengenai susunan atau taraf tujuan-tujuan khusus. Hasil-hasil pemikirannya kerap kali dirumuskan dalam disain instruksional (persiapan pengajaran). 

Kegiatan belajar dan pembelajaran adalah suatu proses yang bertujuan dimana antara siswa dan guru samasama mengupayakan agar kegiatan pembelajaran memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dengan demikian tujuan pembelajaran itu terdiri dari tujuan instruksional (tujuan mata-mata pelajaran), tujuan instruksional umum (tujuan umum) dan tujuan instruksional khusus (sasaran belajar). Ketiga jenis tujuan itu mempunyai hirarki yang jelas dimana tujuan instruksi awal dijabarkan melalui tujuan instruksional umum kemudian masing-masing nya dijabarkan pula menjadi sejumlah tujuan instruksi awal khusus. Dari segi siswa sasaran belajar (TIK) merupakan panduan belajar. Sasaran belajar tersebut diketahui oleh siswa sebagai akibat adanya informasi guru. Panduan belajar tersebut harus diikuti, sebab mengisyaratkan criteria keberhasilan belajar. Keberhasilan belajar siswa merupakan prasyarat bagi program belajar selanjutnya. Keberhasilan belajar siswa berarti “tercapainya” tujuan belajar siswa, dengan demikian tercapainya tujuan instruksional, dan sekaligus tujuan belajar “perantara” bagi siswa. Dengan keberhasilan belajar, maka siswa akan menyusun program belajar dan tujuan belajar. Bagi siswa hal itu berani melakukan emansipasi dalam rangka mewujudkan kemandirian. 

Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespons dengan tindak belajar. Semula siswa belum memahami pentingnya belajar, namun berkat informasi tentang sasaran belajar maka mereka mengatakan apa dan arti bahan belajar baginya : Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan mengerti. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya. Hal ini memperkuat keinginan untuk semakin mandiri.

Dari segi guru, guru memberikan informasi tentang sasaran belajar. Bagi siswa sasaran belajar tersebut merupakan tujuan belajarnya “sementara”. Dengan belajar maka kemampuan meningkat. Meningkatnya kemampuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan belajar yang baru. Bila semula siswa menerima tujuan belajar dari guru maka makin lama siswa membuat tujuan belajar sendiri. Dengan demikian makin lama siswa akan membuat program belajarnya sendiri. 


Dengan kegiatan interaksi belajar mengajar, guru membelajarkan siswa dengan harapan siswa belajar. Dengan belajar maka kemampuan siswa meningkat. Ranah kognitif, afektif dan psikomotorik siswa semakin berfungsi. Karenanya sebagai guru hendaknya mampu merumuskan sasaran belajar yang dapat menjaring ketiga ranah tersebut sehingga kompetensi yang diharapkan pada siswa cukup luas. Untuk merumuskan tujuan belajar, si guru hendaknya memperhatikan beberapa hal yang harus dijadikan pedoman untuk perumusan operasional yang baik yaitu: 

1. Berpusat pada perubahan tingkah laku siswa. 

2. Mengkhususkan dalam bentukbentuk yang terbatas. 

3. Realistis bagi kebutuhan perkembangan siswa. 

Seringkali ditemukan tujuan khusus yang memang belum atau tidak cukup khusus perumusannya. Dalam hal ini maka guru akan menjalani kesulitan di dalam menentukan patokan-patokan yang dapat dipakai sebagai “pegangan atau acuan” bila sampai masanya dia harus mengadakan evaluasi. Kesulitan yang dihadapi oleh guru bila perumusan itu tidak dipusatkan pada perubahan tingkah laku siswa ialah bahwa perumusan itu terpusat pada dua kemungkinan yang lain : terpusat pada materi yang diajarkan atau terpusat pada guru yang mengajar. Tidak satupun dari kedua kemungkinan yang terakhir ini menolong guru untuk menarik kesimpulan tentang siswanya, pada hal siswa ah yang menjadi factor utama dalam hal ini. Walaupun dua syarat telah terpenuhi secara teknis (khusus dan berpusat pada siswa) tetapi bila yang ketiga diabaikan, maka segala aktivitas pengajaran akan siasia karena pencapaian tujuan tersebut tidak menjamin satu fase yang secara fungsional mempersiapkan guru dan siswa untuk mencapai fase lain yang lebih tinggi kedudukannya di dalam sistem pentarafan tujuan umum. Yang lazim diperbuat oleh guru-guru yang belum menyadari pentingnya perumusan tujuan dalam pembelajaran ialah: 

1. Merumuskan tujuan terlalu umum. 

2. Merumuskan tujuan dari sudut guru. 

3. Merumuskan tujuan dari sudut bahan pelajaran. 

4. Tidak merumuskan tujuan sama sekali. 

Bila tujuan dirumuskan dalam istilah-istilah yang umum dan luas, sulit bagi guru untuk mengadakan evaluasi mengenai hasil pelajaran. Begitu pula apabila tujuan ditinjau hanya dari sudut guru atau dari mata (bahan) pelajaran. Apabila yang akan dinilai perubahan tingkah laku siswa, jelas bahwa patokan-patokan penilaian akan menjadi sangat kabur.
Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan yang secara umum yang dihadapi oleh seorang guru harus diperinci di dalam praktek untuk memberi isi dan makna yang nyata. Agar guru itu dapat memerincinya dengan baik, cara yang sepatutnya ditempuh oleh guru ialah: 

1. Memerinci tujuan umum secara khusus. 

2. Memusatkan kekhususan itu pada diri anak didik. 

3. Menetapkan kewajaran tujuan khusus itu ditinjau dari kebutuhan riil dari anak didik. 

Di dalam praktek kelak akan nyata bagaimana besar manfaatnya untuk mempergunakan pedoman tersebut.Tujuan belajar itu penting bagi guru dan siswa sendiri. Tujuan tersebut berfaedah bagi guru untuk membelajarkan Siswa. Dalam hal ini ada kesejajaran pada tujuan belajar (seseorang belajar) dengan tujuan belajar siswa. Kesejajaran tindakan guru mencapai sasaran belajar dan tindakan siswa yang belajar untuk mencapai tujuan belajar sampai lulus dan mencapai tingkat kemandirian. Guru menyusun acara pembelajaran dan berusaha mencapai sasaran belajar, suatu perilaku yang dapat dilakukan oleh siswa.
Siswa melakukan tindakan belajar yang meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat belajar itu siswa mencapai tujuan berlajar tertentu. Dengan makin meningkatnya kemampuan maka secara keseluruhan siswa dapat mencapai tingkat kemandirian.

C. Penutup 

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan oleh guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bias berupa bahan tertulis atau bahan tidak tertulis. Bahan ajar merupakan informasi , alat dan/atau teks yang diperlukan oleh guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Dan juga bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Guru tersebut juga harus memberikan penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara kongkrit agar tujuan pembelajaran di kelas bisa berjalan lancer sesuai kurikulum. Dengan makalah ini diharapkan pembaca memahami bagaimana cara membuat bahan ajar yang baik dan benar. Selain memahami, pembaca juga dapat mengimplementasikan di kehidupan nyata agar bermanfaat. 

D. Referensi

Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rodsakarya. 

Richards, J.C. 1985. The Context of Language Teaching. Cambridge University Press